Hai guys,
gue ngepost ini karna em apa ya hahaha
ya ngepost ajasih
ini gue dapetin waktu tugas presentasi ekstra PBN SMA1KUDUS 2012/2013 tentang benda yang berkaitan dengan Kemerdekaan (tidak boleh bendera dan burung garuda)
oke, akhirnya kelompok gue mutusin buat bahas soal "BAMBU RUNCING"
semoga bermanfaat :D
BAMBU RUNCING
Bambu
runcing adalah
sebuah senjata yang terbuat dari bahan baku bambu yang diruncingkan. Senjata ini dahulu konon digunakan
oleh bangsa Indonesia sebagai alat perlawanan melawan
penjajahan kolonialis Belanda.
Pada saat
ini lambang bambu runcing banyak digunakan oleh berbagai daerah di Indonesia untuk melambangkan keberanian dan
pengorbanan dalam meraih kemerdekaan.
Salah satu
tokohnya yaitu K.H.
Subchi dari Parakan,
Temanggung yang
dikenal dengan gelar Jenderal Bambu Runcing. Ia sebagai penasehat BMT (Barisan Muslimin Temanggung) yang kemudian dikenal menjadi Barisan
Bambu Runcing.
Sejarah
Pencetus
gerakan perjuangan dengan senjata bambu runcing, dalam pengertian sebagai
senjata perjuangan yang bersifat massal dan nasional, sampai saat ini memang
belumlah sangat jelas. Senjata Bambu Runcing pernah di pakai latihan
ketentaraan Seinendan pada zaman Jepang. Tetapi khusus penggunaan senjata Bambu
Runcing dengan doa, pengisian tenaga dalam, memang hal ini secara tegas dapat
dikatakan, di mulai dai Parakan, Temanggung. Siapa para kiai yang terlibat ada
beragam pandangan. Namun semua mengerucut kepada tokoh penting di Parakan yakni
K.H. Subkhi (Subuki) dan K.H.R Sumo Gunardo, dan para kiai lain di Parakan dan
Temanggung seperti K.H. M Ali (pengasuh pesantren tertua di Parakan), K.H.
Abdurrahman, K.H. Nawawi, K.H. Istakhori dan kelanjutannya
juga KH. Mandzur dari Temanggung dan berbagai kiai di NU Temangggung, khususnya
MWC Parakan.
Senjata
Bambu Runcing digunakan sebagai alat perjuangan, berangkat dari ketiadaan,
kekurangan peralatan perang yang tersedia, sementara perjuangan harus di
lajutkan terutama setelah Indonesia meredeka. Musuh Indonesia setelah
proklamasi menjadi sangat banyak dan dengan kekuatan besar, Jepang yang masih
bercokol, Belanda yang ingin menguasai lagi dan Sekutu yang juga akan menjajah
menggantikan Jepang dan Belanda. Maka praktis, keperluan persenjataan yang di
butuhkan. Bambu Runcing dan peralatan tradisional lain menjadi alternatif,
murah dan bisa bersiaft massal. Kekuatan doa menjadi faktor utama kekuatan
alat-alat tradisional tersebut.
Ternyata
dalam realitas sejarah, perjuangan dengan menggunakan senjata bambu runcing,
terjadi pada hampir semua medan perang. Lasykar-lasykar rakyat BKR, AMRI,
Hizbullah, Sabilillah dan sebagainya yang terlibat pada pertempuran di berbagai
peristiwa, menggunakan senjata Bambu Runcing sebagai senjata utama, sebelum
mereka mampu merebut senjata musuh.
Peninggalan-peninggalan
sejarah Bambu Runcing khusus yang berhubungan dengan Bambu Runcing Parakan bisa
di lacak ke tempat, atau para kiai yang pernah terlibat dalam berbagai
peristiwa Bambu Runcing. Sampai sekarang Rumah KH. Subkhi masih berdiri dan
berbagai peninggalannya, Rumah KH. R Sumo Gunardo masih adan juga beberapa
peninggalanya, ada yang di Museum Monjali (Monumen Jogja Kembali), Pondok
Pesantren KH. M. Ali sampai sekarang masih berdiri dan terus berkembang. Bekas
kantor BMT dan pusat penyepuhan walaupun telah berubah, namun jejak-jejaknya
masih ada. Dan khusus sumur yang sering di ambil airnya untuk penyepuhan Bambu
Runcing juga masih ada. Khusus di Temanggung bahkan tempat Kiai Mandzur di
kenal dengan Mujahidin, samapi sekarang menjadi pusat kegiatan Tarekat.
Perjuangan
bersenjata yang melibatkan senjata Bambu Runcing oleh berbagai lasykar rakyat
dalam perjuangan kemerdekaan sangat jelas dan nyata. Bahkan selama masa setelah
Proklamasi Kemerdekaan dengan musuh utama Jepang, Belanda dan Sekutu, di mana
pada saat itu bangsa Indonesia belum memiliki cukup senjata, maka Bambu Runcing
menjadi senjata massal rakyat Indonesia. Kepemlikan senjata modern oleh rakyat,
setelah mampu merebut dari senjata musuh terutama dari Jepang yang telah
menyerah.
Monumen Bambu Runcing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar